Jumat, 21 Desember 2012

Do What You Wanna Do, Do What You Love

Judulnya seperti jingle iklan, ya?

Memang benar. Tapi saya menjadikannya judul bukan karena saya marketing produk itu, ya :). Hanya saja, apa yang saya ingin tulis malam ini berkaitan dengan kecintaan terhadap sebuah pekerjaan. Ya, cinta pada pekerjaan kita.

Bagi yang sudah bekerja, apakah kalian mencintai pekerjaan kalian sekarang? Mungkin jawabnya akan bermacam-macam. Ada yang cinta sekali, cinta saja, kurang begitu cinta, atau bahkan tidak cinta sama sekali. Dua jawaban pertama, menyiratkan kebahagiaan yang meliputi ketika kalian bekerja. Tetapi, dua jawaban terakhir, menyiratkan ketidakbahagiaan.

Saya tidak ingin banyak membahasa tentang psikologi melakukan pekerjaan, karena saya sadar, saya bukan ahlinya. Dan saya pun adalah orang baru di dunia kerja. Namun saya ingin membahasnya karena saya banyak melihat fenomena di sekitar. Yang saya ingin soroti di sini adalah berbagai latar belakang yang dimiliki orang-orang yang bekerja, baik mereka cinta dengan pekerjaannya atau tidak.

Saya ingin bertanya pada orang yang tidak cinta, kenapa kalian melakukan pekerjaan itu kalau kalian tidak mencintainya? Jawabannya sedikit banyak telah saya temukan. Sebagian besar karena alasan materi seperti gaji yang besar, tunjangan yang banyak, dsb. Atau alasan prestise, agar tampak menyilaukan orang di sekitarnya. Atau mungkin, karena terpaksa harus sesuai latar belakang pendidikannya--kalau tidak nyambung, tidak mau bekerja (sebenarnya alasan ini mirip dengan alasan prestise). Dan sebenarnya, inti ketiga alasan itu sama, yaitu terpaksa. Terpaksa menuruti hawa nafsunya. Ya, hawa nafsu. Hawa nafsu akan materi, imej diri, dan gengsi.

Hawa nafsu, sejak dulu sudah kita tahu bahwa agamapun melarang kita mengumbarnya. Tapi toh fenomenanya kini begitu. Orientasi materialis sudah mendarah daging dalam diri manusia jaman sekarang. Hanya sedikit dari kita yang masih bertahan melawan orientasi itu. Jikapun dalam diri muncul benih untuk melawannya, maka sikap orang lain yang telah terdoktrin paham itu akan mempengaruhi kita. Memaksa kita untuk berpikir, "apa iya, aku kerja di tempat itu? Aku suka sih di sana, tapi gajinya kecil, tidak ada prestise-nya, dan tidak nyambung dengan latar belakang pendidikan saya." Akhirnya, muncullah fenomena tak mencintai pekerjaan. Kita menjadi robot yang bekerja untuk memuaskan hawa nafsu. Na'udzubillah.

Saya tidak sedang menyindir siapapun, tetapi hanya berusaha mengungkap apa yang tengah saya lihat. Banyak orang yang rela bersusah payah mendapatkan suatu pekerjaan, tapi kemudian hanya bisa mengeluh setelah ia berhasil mendapatkan dan melakukan pekerjaan itu. Kadang saya heran, maunya apa, sih? Setidaknya, tidak usah mengeluh seperti itu. Kalau memang butuh materi--di luar konteks serakah--maka terimalah pekerjaan itu dan lakukanlah dengan baik. Jika memang berat, ringankanlah dengan do'a dan berserah padanya. Tidak usah mengeluh, karena itu hanya membuat orang sekitar bingung melihatnya. Apalagi bagi orang yang menginginkan pekerjaan itu namun tak mendapatkannya, bisa saja ia memaki, "dasar tidak pandai bersyukur! Saya saja ingin kerja di sana!"

Masih bisa diterima, jika alasan kebutuhan materi (misalnya menjadi tulang punggung keluarga yang kurang mampu, dan alasan sejenis) memaksa kita melakukan pekerjaan yang tidak kita cintai. Kalau begini, maka tak bisa disalahkan, karena itu sebuah tuntutan untuk tujuan yang insya Allah baik. Yang penting, selama melakukannya, kita harus berusaha menumbuhkan rasa ikhlas. Namun, kalau kita jelas-jelas tidak suka dengan sebuah pekerjaan tetapi tetap memaksanya karena, maaf, keserakahan kita, atau hanya sekedar jaga imej dan gengsi, maka sebaiknya jangan ambil pekerjaan itu. Bisa jadi, keterpaksaan kita hanya akan membuat pekerjaan kita jadi berantakan, atau lebih parah, hidup kita yang berantakan. Kasihan kan, kalau perusahaan atau tempat kerja kita merugi karena ketidakberesan kita dalam bekerja? Atau, kasihan kan, kalau keluarga menjadi korban atas berantakannya hidup dan pekerjaan kita? Uang mengalir, tetapi kesedihan pun bergilir. Semoga ini tidak terjadi pada kita.

Kerjakanlah apa yang kita cintai, dan cintailah apa yang kita kerjakan. Beruntung bagi orang yang dari awal memang mencintai pekerjaannya, namun bagi orang yang telah terlanjur bekerja karena terpaksa, maka segeralah memohon pada-Nya untuk dianugerahi keikhlasan, sehingga lambat laun rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya.

Do what you wanna do, do what you love. Tapi 'do'-nya 'do positive', ya! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar