Selasa, 09 Desember 2014

Mulai Saat Ini, Apapun yang Terjadi Aku Akan Berusaha Selalu Tersenyum di Hadapanmu

Begitu banyak kebahagiaan yang kau buat untukku. Candaan untuk orang yang kaku sepertiku, celetukan di kala dingin suasana menerpa, dan ketenangan khas seorang suami yang kau hadirkan untukku.

Keikhlasanmu membantu mengurangi kerepotan seorang ibu rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci, menjemur, menyetrika. Kau pernah bilang kredibilitasmu bisa turun jika orang lain melihat seorang dengan perawakan sepertimu tengah menjemur baju, lalu kita tertawa bersama-sama.

Demi buah hati yang masih ada dalam kandunganku, kau rela menguras tenagamu untuk mengantar jemputku ke tempat kerja. Saat kau keceplosan bilang lelah, kadang aku merasa bersalah. Tapi bagaimana? Aku juga tak memintanya untuk diriku, tapi untuk buah hati kita.

Ah, banyak sekali yang telah kau lakukan untukku. Tak bisa kusebutkan satu per satu.

Karena keceriaanmu itulah, di saat kau tiba-tiba diam dan merenung sendiri, semua jadi sangat terasa menyedihkan bagiku. Biasanya aku segera mengintrospeksi diri. Kesalahan apa yang telah aku lakukan? Ku-rewind semua kejadian sebelumnya. Setelah kuingat-ingat, ternyata itu adalah kesalahan kecil yang sering aku lakukan. Namun aku tak tahu kenapa aku sering mengulanginya, dan kau pun selalu meresponnya dengan hal yang sama. 

Kadang aku tidak terima. Merasa egomu terlalu tinggi. Kenapa aku terus yang disalahkan, sementara aku melakukannya bukan tanpa alasan. Ketika aku marah duluan, selalu berujung dengan tingkahmu berdiam.

Saat emosiku sudah stabil barulah aku bisa berpikir jernih. Kenapa aku begini? Siapa diriku? Aku adalah seorang istri, yang punya kewajiban terhadap suaminya. Apapun yang terjadi, siapapun yang tak sengaja melakukan kesalahan, tak seharusnyalah aku marah dan meninggikan egoku di hadapanmu. Bukan karena aku budak, tetapi karena kau adalah suamiku. Imamku. Pemimpinku.

Semua perbuatan yang kulakukan adalah tanggunganmu. Ketika aku melakukan kesalahan, yang pertama dimintai pertanggungjawaban adalah dirimu, bahkan bukan diriku sendiri. Begitu berat tanggung jawabmu atas diriku.

Jika sudah begitu, hanya tangis yang keluar dari kedua mataku. Ingin kupeluk dirimu saat itu juga, meski kadang saat itu kau masih berdiam dan terkesan menghindar. Aku pun memilih sabar. Sabar sampai kau kembali seperti biasanya. Sabar sampai kau kembali mencandaiku. Sabar sampai kau kembali menampakkan sikap penuh perhatianmu.

Wahai istri, janganlah tinggi hati. Siapapun yang kau rasa bersalah atas konflik yang terjadi antara dirimu dan suamimu, minta maaflah terlebih dulu. Itu tidak akan mengurangi kemuliaanmu, justru begitulah sikap seorang istri mulia.

Dan, jangan pernah munculkan setiap konflik itu ke permukaan. Karena solusi bukan berada di luar, tapi di dalam rumah tanggamu sendiri, hanya antara kau dan suamimu. Jangan sampai hanya karena konflik kecil maka aib suamimu malah menjadi tersebar ke segala penjuru. Karena bisa jadi itu bukan kesalahannya, tapi kesalahanmu. Takutlah akan dosa yang akan kau tanggung karena hal itu.

Mulai Saat Ini, Apapun yang Terjadi Aku Akan Berusaha Selalu Tersenyum di Hadapanmu :)

Jumat, 26 September 2014

Kebencian Bukan Hewan Peliharaan


Kebencian bukan hewan peliharaan.
Ia tidak perlu dijaga.
Jika kita membenci seseorang karena kesalahannya, maka lihatlah kebaikannya. Mungkin saja kesalahan yang kita benci itu hanya secuil kekurangannya. Dan jika dibandingkan dengan kebaikannya, itu tidak ada apa-apanya.

Kebencian bukan hewan peliharaan.
Ia tidak perlu disayang-sayang.
Jika kita membenci seseorang karena kesalahannya, maka usutlah latar belakangnya. Apa yang membuat ia melakukan kesalahan itu? Mungkin ia hanya sedang khilaf, atau ia sedang ada masalah, atau ia sedang dalam tekanan, atau penyebab lain yang mengindikasikan bahwa ia sebenarnya tak pernah ingin melakukan kesalahan itu. Dan jika kita tahu latar belakang kesalahannya adalah sebagai akibat sesuatu yang sedang menimpanya, yang ia perlukan bukan kebencian, tapi doa tulus dari kita.

Kebencian bukan hewan peliharaan.
Ia tidak perlu diberi makan.
Jika kita membenci seseorang karena kesalahannya, maka pada akhirnya bercerminlah pada diri sendiri. Apakah kita tak pernah melakukan kesalahan? Sehingga kita merasa lebih baik dan berhak membencinya begitu lama.

Kebencian bukan hewan peliharaan.
Ia tidak perlu ditumbuhkembangkan.
Kita boleh membenci dengan alasan kebencian yang benar. Tapi segeralah hentikan kebencian itu dengan doa. Doakan orang yang tadinya kita benci. Doakan agar ia menjadi lebih baik. Doakan yang terbaik untuknya. Dengan doa itu, kebencian kita akan luruh, lepas, dan tak terpelihara lagi dalam diri kita. Karena kebencian yang dipelihara hanya akan membuat hati kita tergerogoti, dan semua kebaikan yang ada pada diri orang yang kita benci akan tetap terlihat buruk di mata kita. Padahal mungkin ia sudah berubah, dan melakukan kebaikan itu dengan tulus. Bukankah akhirnya kita yang menjadi berdosa?

Kita tidak sedang membicarakan kebencian pada maling, pemerkosa, pezina, dan penjahat serta pendosa lainnya. Yang kita bicarakan di sini adalah kebencian pada mereka yang tadinya berhubungan baik-baik atau biasa saja dengan kita. Jangan jadikan kebencian pada mereka sebagai hewan peliharaan. Karena ia hanya akan menggigit hatimu, mencabiknya, dan memakannya sampai habis.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 216)

Selasa, 16 September 2014

Pendampingan Beasiswa September: Ingat Tujuan Belajar

Pendampingan beasiswa merupakan kegiatan bulanan bagi penerima beasiswa SMA PKPU. Kegiatan pendampingan berupa evaluasi akademis, kegiatan di luar sekolah, dan aktivitas ibadah para penerima beasiswa setiap bulan. Selain itu, pada setiap pertemuan para penerima beasiswa juga diajak untuk mengikuti materi atau diskusi dengan tema yang berbeda-beda.

Pengarahan untuk Games Pendalaman Perkenalan

Pada pendampingan bulan September ini, para penerima beasiswa diajak berdiskusi bersama untuk memecahkan masalah yang biasa dihadapi mereka dalam kegiatan belajar di sekolah. Masalah yang didiskusikan diambil dari keterangan yang mereka tulis sendiri di buku evaluasi bulanan yang dipegang masing-masing. Masalah tersebut di antaranya malas belajar, menghadapi mata pelajaran yang sulit, dan sebagainya. Dari hasil diskusi, para penerima beasiswa dapat mengambil kesimpulan bahwa ketika belajar mereka harus mengetahui tujuan jangka pendek dan jangka panjangnya, sehingga mereka terus termotivasi untuk belajar lebih giat lagi, meskipun malas atau mata pelajaran dirasa sulit.

Foto Bersama

Selain berdiskusi, mereka juga diajak untuk mengenal teman-temannya sesama penerima beasiswa lebih dalam. Mereka bermain games menghafal nama dan ciri khas masing-masing teman mereka. Suasana menjadi ceria ketika mereka tertawa riang mengikuti permainan yang dibuat menarik. Tidak lupa, mereka membawa setoran tabung peduli yang disebarkan masing-masing. Dengan tabung peduli, para penerima beasiswa belajar membantu teman-teman lainnya yang sama-sama membutuhkan. Kegiatan pun diakhiri dengan makan bersama. Meskipun hanya camilan sederhana, tetapi tetap menyenangkan karena mereka makan sambil mengobrol akrab.

Minggu, 31 Agustus 2014

5 Weeks Being The Real Housewife

Hmm, sudah mulai menikmati rutinitas sebagai ibu rumah tangga, tapi hari mulai masuk kerja sudah di depan mata. Menyiapkan sarapan untuk suami, menyaksikan keberangkatannya, lalu mulai membersihkan rumah, memasak, tidur siang, menunggu suami pulang, membaca buku, menghabiskan sore hari bersama suami (berjalan-jalan atau menonton TV di rumah saja), dan malamnya berkumpul bersama anak-anak tetangga.

Rutinitas itu mungkin akan tetap terlaksana ketika aku sudah masuk kerja, tapi pasti jadwalnya akan berubah, dan durasinya akan berkurang. Aku harus membiasakan lagi masak dan membersihkan rumah langsung sehabis subuh, baru bisa rehat di penghujung hari.

Umm, sebenarnya bukan masalah tenaga yang lebih terkuras, tetapi suasananya itu. Tinggal di rumah full selama 5 minggu membuat aku seperti benar-benar merasakan peran sebagai seorang istri, dan calon ibu, dengan adanya dede bayi dalam rahimku. Subhanallaah, setelah 7 bulan menantikan kehadirannya, alhamdulillaah Allah memberikan kepercayaan kepada aku dan suamiku untuk memegang amanah ini. Semoga kamu tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa cacat lahir batin ya, Nak... J

Dan adanya dede bayi itulah yang menjadi alasan kenapa aku diberi libur kerja begitu panjang dari Pak Bos. Yah, ada suatu hal yang membuatku harus banyak istirahat selama kehamilan trimester pertama. Setelah dua minggu libur pasca lebaran, Pak Bos memberiku libur tambahan selama 3 minggu untuk benar-benar memastikan aku dan dede bayi sehat. Aku sangat berterima kasih pada Pak Bos dan teman-teman di kantor yang sudah memberikan pengertian terhadap kondisiku. Terharu :’)

Meskipun berat harus ‘melepas’ rutinitasku sebagai ‘the real housewife’, tapi aku juga sudah rindu kembali bertemu dengan para mustahik PKPU yang pasti menunggu program-program kami selanjutnya. Aku kangen berkumpul dengan para ibu-ibu anak yatim dan teman-teman penerima beasiswa, dan pastinya merindukan bekerja bersama keluarga PKPU Purwokerto.

So, bersiaplah untuk kembali beraktivitas sebagai amilin mulai Senin besok, Nena. Dan tetap jangan abaikan peran sebagai housewife ya. Semoga lebih baik semua-muanya! :D

Rabu, 13 November 2013

Iseng-iseng Berhadiah (Part 1)

Dulu, saya menulis dengan cara mencari celah di antara kesibukan kuliah dan berorganisasi. Saat ini, saya menulis dengan cara mencari celah di antara kesibukan bekerja di PKPU dan menjalankan bisnis kreasi flanel Istana Atha Creative (tetep promo ke mana-mana, hehe).

Saat itu menjelang lebaran. PKPU sedang sibuk-sibuknya mengadakan program dan penghimpunan. Bisnis flanel saya juga alhamdulillah sedang ramai, saat itu lagi happening banget toples hias flanel buat lebaran, kebanyakan dikirim ke luar Jawa lagi, jadi ngurusin ngirim-ngirimnya juga lumayan menyita waktu & tenaga. Lalu saya melihat pengumuman lomba menulis sinopsis film pendek di facebook. Lomba itu diadakan oleh Oz Radio Jakarta, dan belakangan baru tahu kalau Oz Radio juga kerjasama dengan SAE Institute dan OPPO Smartphone. Di pengumuman itu disebutkan, kalau sinopsis kita masuk 10 besar, maka sinopsis itu harus difilmkan. Saya langsung tertarik dan menyimpan info tersebut di lepi saya. Kebetulan saya langsung teringat dengan stok cerpen yang saya punya, cerpen itu cocok untuk diikutkan lomba itu. Namun karena kesibukan kerja dan bisnis, akhirnya saya baru mengirim cerpen yang saya jadikan sinopsis tepat saat deadline pengiriman. Fiuh, hampir saya nggak jadi ikutan, hehe.

Selang beberapa waktu kemudian, saya lupa tepatnya, kayaknya sih nggak sampai sebulan, saya di-sms panitia kalau sinopsis saya itu masuk 10 besar. Masya Allah, antara percaya nggak percaya, saya cuma bisa berucap alhamdulillaah berkali-kali saat itu. Lalu beberapa hari kemudian saya mendapat email formulir data finalis yang harus diisi. Dan ternyata harus tim, maksimal lima orang. Saya yang tadinya ikut lomba sendirian, akhirnya mencari teman untuk saya jadikan tim. Langsung saja saya cari teman-teman yang bisa pegang kamera alias nyuting, yang bisa bantu-bantuin, dan jelas yang bisa akting. Melalui audisi panjang dan ketat (ciaelah, nggak ding, hehe), akhirnya saya mengajak Kang Aria yang notabene temen kerja di PKPU, Diah Adni, Dany Dwi, dan Galuh Chandra. Tiga orang terakhir adalah adik-adik kelas saya sewaktu kuliah, dan dulunya sama-sama aktif di Unit Kerohanian Islam (UKI) Kesmas Unsoed.

Tanggal 11 September pun akhirnya kami berlima diminta berangkat ke Jakarta untuk mengambil handphone OPPO yang akan digunakan untuk merekam film dan mendapat pengarahan teknik pembuatan film dari SAE Institute. Dengan memperhitungkan budget yang ada, akhirnya kami cuma berangkat berempat, saat itu saya memutuskan supaya Dany nggak ikut dulu. Saya yang (jujur banget) masih awam dengan Jakarta sempat ser-seran juga, nanti di sana gimana ya, gimana ya, gimana ya, haha. Tapi untung bos saya di PKPU orang asli Jakarta, jadi bisa bantu-bantu meredakan kebingungan saya dan teman-teman, hehe. Bahkan, karena lokasi pengambilan handphone dan pengarahan ada di FX Sudirman Senayan, Jaksel, kamipun akhirnya memilih menginap di rumah orang tua Pak Bos saya yang kebetulan di Jaksel juga, tinggal naik kopaja sama busway saja kalau mau ke FX. Alhamdulillaah, kalau Allah sudah memberi kemudahan, mau ke mana saja, mau ngapain saja, Dia pasti memberikannya :)

Jadilah saya, Kang Aria, dan Galuh berangkat bertiga dari Purwokerto menggunakan bus--karena keabisan kereta ekonomi. Kebetulan Diah orang Tangerang dan saat itu lagi mudik, jadi dia nyusul berangkat dari Tangerang langsung ke FX. Saat itu kami berangkat malem abis maghrib, lalu sampai Terminal Lebak Bulus jam 4 pagi. Setelah selesai sholat shubuh, kita langsung capcus naik Kopaja P26, turun di perempatan Buncit (itu juga naik-naik kendarannya hasil boleh nanya ke Pak Bos, hihihi). Dari perempatan Buncit kita lanjut naik Kopaja 57, turun di mushola deket PLN Duren Tiga, Jaksel. Dan saat naik kopaja-kopaja itulah saya baru tahu betapa kejamnya hidup di ibukota (hehe, lebay). Kenek & sopirnya menyeramkan, kesannya nggak menghargai penumpang banget. Padahal kalau nggak ada yang naik juga mereka nggak dapat duit kan (emosi ceritanya, wkwk). Tapi alhamdulillaah, Allah masih memberi kita kemudahan untuk nggak nyasar dan langsung nemuin rumah orangtuanya Pak Bos. Sesampainya di sana kita langsung duduk & ngelurusin kaki. Ibunya Pak Bos langsung membuatkan teh manis hangat. Hmm, baiiik banget pokoknya, hehe.

Singkat cerita, jam 1 siang akhirnya kita berhasil duduk manis di dalam salah satu ruang kuliah SAE Institute, yang emang kampusnya satu building dengan mall FX Sudirman. Dari Duren Tiga ke sana kita naik Kopaja 57, turun di Blok M, lalu naik busway turun di halte Gelora Bung Karno. Saat itu kita benar-benar happy karena kita benar-benar dipinjami hape OPPO seri yang paling canggih saat itu (sebelum OPPO N1 keluar) yaitu OPPO Find 5. Hape itu ceritanya dipinjamkan untuk digunakan sebagai alat merekam adegan dalam film. Selain diserahi hape, kita juga mendapat pengarahan cara menggunakan hapenya dan pengarahan teknik pembuatan film dari dosen-dosen SAE. Saat itulah kita bener-bener yang hah? heh? hoh? mendengar penjelasan dari dosen-dosen SAE itu, terutama saat dosen kedua menjelaskan tentang teknik pengambilan gambar, mulai dari Long Shoot, Close Up, Extreme Close Up, Till Up, Till Down, Roll depan, Roll belakang, eh dua yang terakhir itu ngawur, wkwk. Kita berempat yang saat itu masih bener-bener 'iye-iye aja' merasa sangat asing dengan itu semua. Dan mulai minder saat ada beberapa teman finalis dari tim lain yang menyahut sang dosen dengan tangkasnya. Wow, mereka udah pada akrab sama teknik gitu-gituan, sementara kita? Saat itu saya hampir pengen merosot dari kursi, hehehe.

Keluar dari ruangan, perasaan berkecamuk antara lega dan ragu. Tapi kita tetap ada rasa optimis sih, soalnya waktu itu dikasih tahu panitia kalau seandainya kita nggak jadi Juara 1, 2, atau 3, kita tetap akan mendapat hadiah hape OPPO meskipun serinya lebih rendah. Jadi lumayan nggak khawatir kalau seandainya kalah, jauh-jauh dari Purwokerto kita tetap bisa bawa pulang hadiah dari Jakarta. Itu pikiran saya yang terlintas saat itu, hehehe.

Malamnya kami langsung capcus pulang ke Purwokerto. Kejadian unik, aneh, memalukan namun lucu kembali terjadi saat perjalanan pulang. Karena kita keluar dari FX tepat saat jam pulang kerja, akhirnya busway pun penuh terus. Dalam kondisi crowded seperti itu, kita sempat salah naik kopaja eksekutif (hadeh, ehehe), soalnya kopaja eksekutifnya saat itu berhenti di halte busway juga, jadi kita kira itu busway longgar, wkwk. Dengan muter-muter dulu, akhirnya kita tetap bisa sampai juga di terminal Lebak Bulus, tapi memang sudah kemaleman, waktu itu kita sampai jam setengah 9 malam. Bus-bus sudah pada berangkat & terminal sudah sepi. Dan akhirnya kita kena calo bus deh =_=. Masa kita disuruh bayar tiket Jakarta-Purwokerto 195ribu??? Subhanallah, emangnya kereta bisnis??? Saya pun nawar 75ribu, eh nggak boleh. Setelah negosiasi (saat itu saya sok berani, padahal dalam hati takut, takut diancem =_=) akhirnya dibolehin 100ribu. Kami pun masuk bus dengan perasaan setengah lega. Yah, nggak papalah bayar lebih banyak yang penting sampai rumah, pikir kita saat itu.

Tapi memang dari awalnya sudah nggak jelas, busnya pun ternyata rutenya muter-muter dulu. Berhenti-berhenti terus pula di terminal lain. Di Kampung Rambutan bahkan ngetem lama lagi. Sampai kita sempet dipalak preman ABG, haduduu. Dengan gaya sok berani (lagi), Kang Aria dan Galuh berhasil mengusir mereka hanya dengan 2ribu perak, hehehe. Dan bukan hanya itu, sesampainya di terminal Kota Tegal kita diminta turun. Tiket kita dicek, dan ternyata di tiket kita cuma ditulis kalau kita naik sampai Tegal. Subhanallah, saking kurang pengalamannya kita, kita nggak ngecek tiket kita ditulis untuk sampai di tujuan mana. Meskipun kita sempat bersitegang dengan penanggung jawab busnya, akhirnya kita tetap mengalah dan memutuskan mencari bus lain untuk melanjutkan perjalanan ke Purwokerto. Keluar uang lagi deh, hadeeh. Dan dengan perjalanan sepanjang itu, akhirnya kita baru sampai di Purwokerto jam 10 pagi. Bayangkan, 13 jam perjalanan di dalam bus hanya untuk menempuh dari Jakarta ke Purwokerto =_=.

But, still alhamdulillaah bisa kembali dengan selamat di kota tercinta. Dan masih bisa menceritakan pengalaman ini ke teman-teman :D

To be continued :)

Senin, 28 Oktober 2013

This Decision

Tak ada keputusan yang tak mengandung risiko
Kenapa dipersulit, jika itu hanya sebuah hal mudah?
Bukan menyepelekan, tetapi mencoba memanfaatkan kemudahan yang Ia berikan..

Ingatkah dengan kisah kaum Yahudi yang mempersulit diri saat diminta menyembelih seekor sapi?
Hingga mereka hampir saja gagal melakukannya..

Sekarang, marilah menunggu..
Dengan sabar

29/10/13

Selasa, 15 Oktober 2013

Berqurban dengan Cerpen

15 Oktober 2013/10 Dzulhijah 1434 H

Berqurban dengan cerpen? Pasti kalian mengira ini aneh. Tapi ya, itulah yang terjadi denganku.

Sungguh tahun ini berbeda dengan tahun yang lalu. Alhamdulillaah, tahun ini aku berhasil melakukan qurban pertamaku :'). Dulu aku berpikir bahwa mungkin aku baru bisa berqurban nanti ketika aku sudah menikah, atau menjadi orang kaya. Ternyata tidak. Aku baru setahun lulus kuliah, dan baru hampir 10 bulan bekerja. Tetapi nyatanya aku sudah bisa berqurban. Tak lain, ini adalah karunia yang Allah berikan padaku. Alhamdulillaah ya Allah :')

Saat di awal-awal aku bekerja di PKPU, aku memang pernah mendengar bahwa untuk qurban, ada kemudahan bagi karyawan PKPU yang ingin melaksanakannya. Yaitu mereka bisa berqurban dengan harga hewan lebih murah, namun langsung disalurkan ke luar negeri seperti Somalia, dan negara-negara sejenisnya. Aku langsung berbinar saat mendengar adanya kesempatan itu, dan memang dalam hati langsung tergiur untuk melakukannya tahun ini. Akupun berniat menabung agar nanti saat Idul Adha tiba aku benar-benar bisa melakukannya. Tapi nyatanya kebutuhanku dalam perjalanan menuju Idul Adha juga banyak. Uangku banyak terkuras untuk hal lain. Apalagi bulan September-Oktober tabunganku dikuras oleh keperluan melamar CPNS, mengikuti lomba film pendek di Jakarta, dan tetek bengek lainnya. Aku pun sempat khawatir, apakah niatku berqurban tahun ini bisa terlaksana atau tidak.

Sebenarnya alhamdulillaah, bisnis flanelku lumayan berjalan lancar. Aku menerima cukup banyak pesanan souvenir dan kado pernikahan. Namun itu hanya cukup untuk menunjang kebutuhanku dari bulan ke bulan, dan lagi-lagi untuk menambah ongkos ke sana ke mari untuk urusan CPNS dan lomba film pendek. Lalu terjelanglah Idul Adha. Atasanku di PKPU menawarkan program qurban untuk karyawan itu. Beliau bilang harganya sekian, disebarkan di luar negeri, dan ternyata pembayarannya boleh dicicil dengan sistem potong gaji selama 3 bulan.

Lalu aku berpikir. Duh, aku benar-benar sudah sangat ingin berqurban tahun ini, meski hanya seekor kambing atau domba, tapi apakah aku sanggup dengan memotong 3 kali gajiku? Padahal sebelumnya tabungan dari sisa-sisa gajiku sudah terkuras juga. Ah, tapi tekadku sudah bulat. Aku pun menyatakan pada atasanku bahwa aku mendaftar untuk berqurban tahun ini. Dan ternyata qurbanku akan disalurkan ke Somalia. Gaji-gajiku di bulan-bulan ke depan yang tadinya ingin kujaga untuk mengganti tabunganku yang sudah terkuras oleh keperluan-keperluan sebelumnya pun akhirnya kuikhlaskan untuk dipotong demi berqurban.

Dan Allah memberikan karunia-Nya. Aku yang hobi menulis ini memang tetap senang mengikuti lomba menulis di berbagai event. Meskipun untuk menulis aku harus mencari celah waktu dari kesibukan kerja, membuat film pendek, dan mengerjakan pernak-pernik flanel pesanan. Kali itu, aku ikut lomba cerpen yang diadakan oleh almamaterku, dengan hadiah juara 1 yang lumayan besar. Dan pada tanggal 13 Oktober 2013, tepat 2 hari sebelum Hari Raya Idul Adha 1434 H aku sungguh bersyukur, berterima kasih pada Allah atas karunia-Nya yang tak terkira. Aku diumumkan sebagai Juara 1 lomba tersebut. Bahagia luar biasa.

Aku langsung teringat dengan qurbanku. Ah, ini pasti rejeki dari Allah yang dikaruniakan untukku untuk berqurban. Dan memang nilai hadiah lomba cerpen itu hampir sama dengan harga hewan qurbanku, hanya tinggal ditambah sedikit. Aku sungguh lega. Ya Allah, memang benar, di mana ada niat di situ ada jalan. Engkau telah menunjukkannya padaku :')

Gajiku pun tak jadi dipotong. Istilahnya, aku berqurban dengan cerpen karyaku sendiri.

Dari sini aku belajar, bahwa semua yang kita lakukan dengan keikhlasan dan kesungguhan, pasti akan membuahkan hasil. Apapun pekerjaanmu, apapun hobimu, mau kamu seorang dokter ataupun tukang becak, jika kamu ikhlas dan sungguh-sungguh dalam menjalankannya, berkah yang kamu akan peroleh akan sama besarnya.

Alhamdulillaah. Segala puji bagi-Mu, ya Allah..

See ya in the next post :)