Kamis, 21 Maret 2013

Eternal: Jajanan (Kemasan) Masa Kecil Abad 20

Hmm, sore yang cerah, tidak panas, tidak dingin, sejuk. Jadi kangen sama jajanan masa kecil (gubrak :D). Ya, tiba-tiba pengen share aja tentang jajanan masa kecil abad 20, tepatnya tahun 1995an sampai 2000an. Yuks kita intip! ^_^

1. Anak Mas


Ini adalah jajanan masa kecil paling fenomenal. Rasanya umami, lebih dari enak (agak lebay emang :D). Tapi beneran enak, jajanan nomor 1 favorit saya waktu kecil. Dulu ada yang bungkusnya biru dan emas juga. Tapi yang paling enak memang yang warna merah. Sekarang udah jarang banget yang jual anak mas klasik ini. Ada yang pernah jual, tapi pas saya pesen gak ada kabar jadi jualan apa gak -_-. Dulu saya beli 250an perak. Pengen lagiii T_T

2. Mie Krip Krip


Wah, ini nih jajanan fenomenal lainnya. MIE KRIP KRIP. Widih, yang ini juga umami banget rasanya. Murah banget lagi. Dulu saya pernah menjumpai masa di mana satu bungkus Mie Krip Krip cuma Rp 50! Kalo jaman sekarang, uang 50 perak aja udah gak ada bentuknya, dulu bisa dapet jajanan ini sebungkus (meskipun cuma sekali hop langsung abis, hehe).


3. Tini Wini Biti


Ada lagi nih Tini Wini Biti. Yang ini agak mahalan sih, biasanya yang beli anak-anak kaum elite sosialita gitu (cieh, bahasanya :D). Gak kayak Anak Mas yang lebih sering saya beli, kalau Tini Wini Biti cuma saya beli kalau dikasih uang jajan lumayan banyak sama ibu. Kadang harus nunggu momen pergi bareng ortu atau pas lebaran, hehehe. Snack ini juga lumayan umami. Ada banyak rasa juga, yang paling enak yang rasa sapi panggang, heheee.

4. Mie Remez


Kalau ini udah agak hampir 2000an, gak seklasik Anak Mas maupun Mie Krip Krip. Tapi rasanya tetep ngangenin juga, apalagi sekarang udah gak ada. Kalo Anak Mas dan Mie Krip Krip jaman jajanan merakyat, kalau mie remez udah masuk jaman jajanan menengah (apasih), ya maksudnya udah masuk harga rata-rata 500 per bungkus gitu, hehe.

5. Chiki Balls (versi klasik)

Kalo yang ini masih ada sampe sekarang, cuma ganti tampilan kemasan. Sebenarnya rasanya nggak terlalu khas, tapi yang khas itu adalah hadiahnya, tazos. Dulu anak-anak pada rame banget tuh banyak-banyakan ngumpulin tazos, sampe ditumpuk-tumpuk. Saya sih waktu itu gak ikut-ikutan, soalnya chiki balls juga termasuk jajanan anak-anak elite sosialita alias harganya lumayan mahal :P

6. Kerupuk Jengkol


Kalau ini sebenernya agak kontroversial, karena ada yang gak suka. Tapi saya suka, banget malah. Kalau dulu, bungkusnya gak kayak di gambar ini, tapi rasanya sama. Hmm, sensasi jengkolnya itu, mantapks! :D

Segitu dulu postingan kali ini, nanti saya share lagi deh jajanan masa kecil yang non kemasan (bukan pabrikan). Ada lagikah yang punya kenangan jajanan masa kecil kemasan lain? ^_^

Referensi: pengalaman pribadi :)

Selasa, 19 Maret 2013

Nada Minor dalam Lagu Korea

Asslm wr wb. Semangat untuk hari ini!

Sedikit banyak saya mengamati musik. Meski sekarang saya membatasi apa yang saya dengar, pada dasarnya jiwa seni (cieh, jiwa seni :P) saya tetap ada dan terus melekat dalam diri saya.

Kelas 3 SMP (tahun ajaran 2004/2005) adalah saat dimana saya mengenal yang namanya drama korea (dramkor) berikut soundtrack-nya. Saya dibuat tergila-gila, apalagi jaman itu serialnya adalah Endless Love dan Full House yang notabene ceritanya sangat memanjakan wanita, seperti dalam mimpi (tipikal cerita dramkor). Dan saya, adalah orang yang saaangat respek dengan soundtrack film/tayangan. Jadi, kalau saya suka sebuah film/serial/tayangan, saya pasti suka juga soundtrack-nya. Itu sudah terlihat semenjak saya kecil. Dulu keluarga saya suka banget serial Yoko (kalau tidak salah judul aslinya Pendekar Ular Putih). Saya pun ikut-ikutan demam serial itu. Saya minta dibelikan kaset soundtrack-nya. Waktu itu ortu saya membelikan yang asli, sampai saya dapat hadiah kaosnya. Saya ingat banget, waktu itu kaosnya warna pink dengan sablon Yoko dan Siluman Ular Putih di bagian depannya, hehe. OK, kembali ke topik awal. Saking sukanya sama soundtrack dramkor, saya mengoleksinya. Dan mungkin, lebih dari yang lain, perlahan-lahan saya mulai mengamati gaya musik Korea (terutama jenis soundtrack). Saya heran, kenapa sih lagu-lagu Korea (terutama yang soundtrack) selalu lebih mengena daripada lagu Indonesia sendiri? Saya tidak tahu apakah ini hanya kesimpulan subjektif, tapi saya hanya akan mencoba menjelaskan dari hasil pengamatan pribadi saya.

Yang ingin saya fokuskan di sini adalah mengenai nada minor dalam lagu Korea. Nada minor sendiri adalah nada not setengah. Kalau dalam tuts piano, nada minor muncul dari tuts hitam ketika tuts putih menjadi nada utama. Yah, itu yang bisa saya jelaskan sebagai pengamat musik amatir yang tidak pernah dapat tutorial musik resmi, hehe. Dan nada minor adalah salah satu yang menurut saya membuat lagu Korea menjadi kedengaran lebih mengena, terutama untuk jenis lagu 'galau', seperti soundtrack serial2 yang mengharu biru. Dan ternyata bukan hanya lagu soundtrack yang banyak menggunakan nada minor, tetapi juga hampir seluruh lagu Korea, dari lagu solo sampai lagu girlband dan boyband. Meski saya tidak terlalu suka dengan girlband dan boyband Korea (saya hanya menjadi korban dramkor dan soundtrack), tapi dengan hanya mendengar sekilas, memang ketahuan kalau nada minor sangat menjadi ciri khas lagu Korea. Kadang saya mengira sebuah lagu Korea akan membosankan dengan dominasi nada mayornya (seperti hampir semua lagu Indonesia), tapi ketika di tengah tiba2 muncul nada minor, lagu itu jadi tidak lagi membosankan. Begitulah, ciri khas kebanyakan (hampir semua) lagu Korea.

Selain nada minor, musisi Korea juga sangat rajin memasukkan instrumen koor biola/cello dalam sebuah lagu, meskipun itu lagu up-beat. Jadi, tetap ada kesan 'mewah' dalam sebuah lagu. Daaan, koor biola itu juga yang semakin menajamkan nada minornya. Saya pun iseng mengamati lagu Indonesia, ternyata jarang banget yang musiknya ada latar belakang koor biola-nya, hanya sedikit. Yang paling sering pakai ya Gita Gutawa, karena genre lagunya memang identik dengan koor biola. Selain itu saya cuma pernah dengar lagu Sania yang duet sama penyanyi cilik Rea Tata dengan judul lagu 'Ibunda'. Itu lagu pop biasa, tapi memakai koor biola dengan sedikit sentuhan nada minor, jadi lebih mengena. Karena itulah saya suka lagu itu, apalagi lagunya tentang Ibu :').

And then, lagu Korea juga banyak yang menggunakan efek 'imut' dalam lagunya. Kenapa saya bilang 'imut', karena efek itu memang biasanya digunakan dalam lagu anak-anak. Misalnya, bunyi tetesan air, bunyi 'cling-cling'. Aduh, gimana ya nulis bunyinya? Ya pokoknya bunyi imut gitu, deh. Bahkan di lagu penyanyi laki-laki sekalipun. Tapi itu memberi efek menarik, meski tidak se-signifikan pengaruh nada minor.

Nah, inti postingan ini sebenarnya adalah, saya ingin lagu Indonesia menjadikannya sebagai inspirasi dalam bermusik, supaya lagu-lagunya tidak membosankan. Dan, sebenarnya ini saya tujukan pada nasyid di Indonesia. Kebanyakan lagu-lagu nasyid di Indonesia terlalu berkutat pada nada-nada mayor. Ada juga yang bermain di nada minor, tapi dinamikanya kurang gimana gitu, terlalu konservatif. Kalau karena faktor-faktor yang saya sebutkan di atas lagu Korea bisa banyak disukai, sepertinya kiprah lagu nasyid juga akan lebih meluas ketika dinamika musiknya lebih diperkaya lagi. Yang pertama kali orang nikmati dalam sebuah lagu adalah melodinya, baru kemudian lirik. Kalau melodinya juga sudah membosankan, berani jaminkah akan banyak yang mendengar? Mungkin bagi orang-orang yang memahami makna lirik dengan baik tak terlalu peduli dengan melodi, tetapi kalau tujuannya untuk memperluas kiprah, maka beneran deh, perlu adanya enrichment melodi dan aransemen lagu. Contoh nasyid yang sudah kaya dinamika melodi dan aransemennya adalah nasyidnya Maher Zain, tapi kan itu munsyid luar negeri, terus Indonesia? :)

Alhamdulillah, kegilaan saya pada Korea mulai surut semenjak kuliah, terutama saat semester2 akhir, ketika proses terus menggodok saya agar dapat menjadi lebih baik. Saat ini saya masih menonton dramkor, tapi hanya sebatas selingan belaka dan menontonnya pun kalau sempat dan benar2 waktunya luang, longgar, lebar. Kalau dulu saat SMA, saya bela-belain nyewa vcd dramkor di rentalan dan nonton per hari sampai 3 jam nonstop (kacau banget -_-). Sekarang boro-boro. Seminggu bisa cuma satu episode, kalau pas lagi kumat pengennya. Lagu-lagu koleksi dari jaman ababil juga masih #terpampangnyata di arsip laptop, tapi alhamdulillah cuma dilirik kalau pas lagi 'kumat' minta selingan (haduh, -_-). Kalau dulu, playlist audio player laptop penuh dengan soundtrack dari berbagai macam dramkor (masa lalu yang kacau :|). Diambil untungnya saja, jadi bisa kasih masukan buat nasyid Indonesia. HIDUP NASYID! ALLAHU AKBAR! ^_^ Dan untuk passion pada Korea, sekarang lebih banyak saya salurkan pada bahasa dan huruf hangeulnya. Bukan lagi pada soundtrack dramkor, apalagi boyband dan girlband -_-. Konsen passion pada bahasa dan hangeul lebih edukatif dan tidak mubazir. Siapa tahu bisa jadi ladang profesi atau jembatan menuju level akademik yang lebih tinggi. Memudahkan saya meraih gelar master di sana mungkin? Aamiin.. ^_^

That's all. Tirulah yang baik, lupakan yang buruk. Hamachan, Hamagan! (Hamasah Cantik, Hamasah Ganteng!)

See ya
Wsslm wr wb

Sabtu, 16 Maret 2013

Motivate Yourself (Edisi Era Mahasiswa)



Selamat, semangat, dan berjuang untuk hari ini! :D

Kali ini saya akan posting mengenai motivasi untuk ‘belajar’ yang 2 tahun yang lalu pernah saya sampaikan di depan mahasiswa baru jurusan Kesmas dan Gizi Unsoed dalam sesi training softskill singkat pada rangkaian acara orientasi mahasiswa atau yang lebih dikenal sebagai ospek. Materi ini benar-benar saya dedikasikan untuk mereka, atau mungkin kalian yang sekarang sedang membaca, para mahasiswa baru di segala bidang ilmu, lebih banyak berdasarkan pengalaman saya selama menjadi mahasiswa kesmas. Ok, let’s cekidot!

Untuk mengawali postingan ini—sesuai dalam materi yang saya sampaikan—saya akan menjelaskan dulu pengertian dari mahasiswa. Mahasiswa adalah sekelompok masyarakat terpilih yang memiliki masa depan yang strategis sebagai calon pemikir, pelaksana dan pemimpin untuk dapat  mengarahkan, mengembangkan dan membimbing cara hidup berbangsa dan bernegara. Kelihatan yang dicetak tebal? That’s the main point! Yup, mahasiswa itu dibentuk untuk bisa ‘berpikir’, namun juga sekaligus dapat ‘melaksanakan’, ‘memimpin’, ‘mengarahkan’, ‘mengembangkan’, dan ‘membimbing’ masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara—atau lebih luas, dalam hidup sebagai manusia. Wow, hebat banget ya, mahasiswa itu. Kalau yang sudah lulus, berarti seharusnya sudah layak dong untuk melakukan tugas yang hebat itu (wah, saya jadi kesindir sendiri ini :D). Jadi kalau ada sarjana yang bisanya mikir doang, ngemeng doang, nyuruh-nyuruh doang, tapi tidak bisa melaksanakan, mengembangkan, atau membimbing orang lain, berarti gelar sarjananya perlu dipertanyakan itu... ^_^

Lalu, kenapa sih mahasiswa tidak disebut sebagai siswa saja seperti waktu SD, SMP, atau SMA? Kan sama-sama sekolah. Betul, mereka sama-sama sekolah, belajar, diajarin sama orang, tapi pada dasarnya mahasiswa adalah siswa yang sudah ‘maha’. Mereka dituntut mandiri, memilih alur belajar mereka, menentukan sendiri berapa lama mereka akan sekolah, dsb. Intinya, mahasiswa adalah siswa yang sudah dewasa, yang tak perlu didikte lagi dalam menjalani kehidupannya di perkuliahan.

Kemudian mengenai pilihan jurusan, seorang yang akan masuk kuliah diharuskan memilih jurusan yang paling ia cenderungi—entah karena suka, bercita-cita, atau merupakan mimpinya. Tetapi yang sering menjadi masalah adalah, pilihan jurusan seorang mahasiswa banyak yang bukan merupakan pilihannya sendiri, seperti pilihan orang tua, ikut-ikutan teman, atau bahkan ikut-ikutan trend. Lalu bagaimana kalau terlanjur tercebur dalam satu jurusan? Sebelum terlanjur tercebur, bagi teman-teman yang belum menjadi mahasiswa, akan lebih baik jika dari awal kalian mencari referensi tentang berbagai jurusan dan tentukan jurusan mana yang paling cocok dengan minat dan potensi kalian. Tetapi bagi yang sudah terlanjur tercebur, maka secara perlahan, terimalah pilihan itu dengan baik. Mungkin awalnya sulit, tapi bukan berarti tidak bisa. Carilah hal menarik atau poin dari bidang ilmu itu yang cocok dengan minat dan potensi kalian, sehingga kalian bisa mengikatkan diri dengan keterkaitan itu. Dan jangan pernah menganggap ada ilmu yang lebih baik dari ilmu lain. Misalnya, ilmu kedokteran dianggap lebih baik dair ilmu ekonomi, atau ilmu ekonomi dianggap lebih baik dari ilmu pertanian. Teman-teman, tidak ada hal seperti itu, semua ilmu sama, selama kita benar-benar total mempelajarinya dan memanfaatkan ilmu itu dengan baik untuk kehidupan bermasyarakat. Apakah dunia ini akan tetap berjalan jika semua orang menjadi dokter? Atau apakah dunia ini akan tetap berjalan jika semua orang menjadi pedagang? Terimalah. Jalanilah. Jika kalian merasa terjebak karena bidang ilmu lain sebenarnya lebih kalian sukai (karena hobi, dsb) maka pelajarilah ilmu itu di luar perkuliahan. Ini yang peru dicatat baik-baik, tidaklah mutlak bahwa ilmu harus dipelajari di bangku sekolah atau perkuliahan. Kalian bisa mempelajarinya di mana saja, asal ada kemauan dan kesungguhan. Misalnya, kalian adalah mahasiswa pertanian, tetapi sebenarnya sangat hobi menulis (jurnalistik). Maka tidak menjadi masalah jika kalian mengembangkan potensi menulis melalui media-media di luar perkuliahan, seperti organisasi, komunitas, atau kalian belajar sendiri (otodidak). Justru dengan begitu, terkadang seseorang bisa memiliki dual profesi, misalnya seorang agrobisnis yang juga novelis. Sangat banyak contoh nyatanya. Kalian kenal Deddy Mizwar? Beliau adalah salah satu senias hebat di Indonesia. Tapi apakah beliau lulusan jurusan seni? Tidak. Justru beliau adalah sarjana farmasi, yang kurikulum mata kuliahnya adalah mengenai jenis-jenis obat, cara meracik obat, dan bagaimana membaca resep. Apakah kemudian ia tidak dapat menyalurkan potensinya dan terjebak hanya menjadi seorang apoteker? Tidak. Justru jiwa seninya sangat teraktualisasi. Do you catch it? J

Jika hati telah mantap untuk menjalani perkuliahan dengan baik, lalu kemudian persoalannya adalah bagaimana kiat-kiatnya dalam belajar, maka inilah beberapa poin yang bisa saya sampaikan berdasarkan pengalaman pribadi selama kuliah:
1.    Kiat pertama: tanamkan keyakinan yang kuat bahwa semua ilmu itu bermanfaat. Tidak ada istilah ilmu kedokteran lebih baik dari ilmu pendidikan, atau ilmu ekonomi lebih baik dari ilmu sosiologi. SEMUA SAMA.
2.    Kiat kedua: munculkan ketertarikan pada ilmu yang akan kamu pelajari. Ketahui kelebihan-kelebihannya, sehingga kamu menyukainya.
3.    Kiat ketiga: tanamkan niat untuk belajar.
4.    Kiat keempat: duduk tegak atau posisi tubuh agak maju ketika dosen sedang mengajar.
5.    Kiat kelima: mencatat!
6.    Kiat keenam: segera tanyakan sesuatu yang tidak kamu tahu. Kalau dosen tidak memberi kesempatan bertanya, serahkan pertanyaanmu pada Mbah Google.
7.    Kiat ketujuh: hilangkan kantuk dengan cuci muka, corat-coret buku sebentar, atau bertanya pada dosen—pertanyaan apapun.
8.    Kiat kedelapan: cari hal menarik jika dosen yang mengajar, maaf, membosankan. Apa saja—tapi harus tetap memperhatikan kuliahnya dengan baik.
9.    Kiat kesembilan: hiasi/bentuk buku catatan menjadi menarik utk dibaca.
10. Kiat kesepuluh: usahakan datang lebih awal dan duduk di barisan depan.

Selama perkuliahan, saya memang menjalani 10 kiat itu, dan alhamdulillah semua dapat berjalan dengan baik. So guys, belajarlah dengan baik selama kalian masih dalam masa untuk belajar. Kehidupan itu memiliki step-stepnya tersendiri. Akan menjadi lebih nyaman jika kita rapi dalam menjalani setiap step-nya, tidak akan melanggar sana-sini.



Semoga bermanfaat!
Selamat, semangat, dan berjuang untuk hari ini! :D