Semakin kujelajahi isi
bumi dengan banyak mencari tahu dan tak sengaja tahu, semakin jauh rasanya merealisasikan
impianku bahwa istiqomah itu mudah. Perubahan memang hal mutlak yang selamanya
akan terjadi di muka bumi ini. Tapi, seperti sistem audisi menjadi penyanyi
terkenal, hanya segelintir manusia yang benar-benar tetap pada mainstream
perubahan ke arah positif. Perlahan mereka berganti mimpi, berpencar, dan
melebur bersama lingkungan baru macam tercebur pada tong berisi cat—begitu
keluar, seluruh tubuh berubah warna seperti cat itu. Padahal dulunya, dengan
susah payah mereka menggosok-gosok tubuh mereka dengan sabun mandi tarbiyah,
memakai lulur ukhuwah, dan rajin spa tilawah. Tapi hanya dengan perubahan
siklus dan tuntutan sepercik emosi (hanya sepercik) dalam diri, mereka dengan
mudah melompat masuk ke dalam tong itu.
Kulihat, kudengar, dan
kubaca semua yang menjeblak di hadapanku. Aku merasakan mata ini seperti
dicolok dengan tangan bekas mencolek sambal ketika melihat kenyataan akan
perubahan seperti itu. Aku lebih takut pada keraguan yang mulai muncul dalam
diriku, apakah istiqomah sesulit itu? Aku takut aku juga tak bisa mencapai dan
menjaganya, karena ia terlihat sama sulitnya dengan merobohkan seekor gajah
hanya dengan satu jari kelingkingmu. Semakin kutelisik, semakin aku merasa
cemas. Lalu aku bersimpul, ini sebuah fenomena yang telah mengakar sejak jaman
baheula, namun saat ini aku baru mendapatinya secara nyata.
Beruntunglah mereka yang masih
pada mainstream. Hanya melongok isi tong cat, dan bahkan tak ada niat untuk
mencelupkan jari ke dalamnya. Tak lelah terus menggosok tubuhnya dengan sabun
mandi tarbiyah yang kualitasnya lebih baik, rutin memakai lulur ukhuwah yang
lebih pekat, dan semakin rajin spa tilawah lebih lama. Dan untuk menjadi
seberuntung itu, mungkin kita harus berusaha terus mengingat mimpi kita yang
terbaik, yang dulu kita susun saat letupan iman kita sedang memuncak dan tak
berhenti membuncah ibarat lumpur lapindo. Jangan sampai terbersit niat untuk
berganti mimpi, atau melupakan mimpi lama kita. Karena dengan memusatkan diri
pada mimpi terbaik itu, mau berpencar ke manapun, berbaur dengan siapapun,
insya Allah kita tak akan tercebur dan berubah warna. Catat ia baik-baik dalam
hati dan pikiran kita, atau bahkan catat ia secara nyata di buku pribadi kita,
agar saat kita lupa, kita bisa membuka catatan itu dan berazzam lagi
terhadapnya.
Ini pun kutulis agar
sewaktu-waktu aku bisa membacanya, supaya aku tak ragu tetap ambil lurus ketika
menemui persimpangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar